MENCEGAH KORUPSI DI KEMENTERIAN
MENCEGAH KORUPSI DI KEMENTERIAN

Kejaksaan Agung pada Rabu (17/5) lalu secara mengejutkan telah menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sebagai tersangka kasus korupsi. Johnny diduga melakukan korupsi proyek pembangunan Menara BTS 4G dan Infrastruktur pendukungnya. Berdasarkan laporan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, nilai kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam proyek ini cukup fantastis yaitu sebesar Rp.8 triliun.
Johnny G Plate adalah Menteri kelima dalam pemerintahan Joko Widodo yang tersandung kasus korupsi. Sebelum Johhny, empat Menteri yang tersangkut korupsi adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Kasus korupsi yang melibatkan Menteri selaku pimpinan kementerian sungguh memprihatinkan. Berdasarkan data Visi Integritas, sejak era reformasi hingga kini sudah ada 13 menteri dengan telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan mayoritas telah dinyatakan bersalah serta menjalani hukuman di penjara.
Diluar keterlibatan Menteri, data Komisi Pemberantasan Korupsi (2019) menyebutkan telah menangani 231 kasus korupsi di sejumlah kementerian. Praktik korupsi yang melibatkan Menteri umumnya terkait korupsi pengadaan barang jasa dan penyalahgunaan anggaran.
Menjadi pertanyaan mengapa Menteri masih tersangkut korupsi? Dari sejumlah kasus korupsi di Kementerian setidaknya ada tiga faktor penyebab seorang Menteri terlibat korupsi.
Pertama, pemilihan posisi menteri yang tidak selektif dan cenderung politis. Kelima Menteri era Jokowi yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi memiliki latar belakang partai politik. Mereka ditunjuk sebagai menteri lebih didasarkan atas pembagian “kue” atau jatah sebagai anggota Koalisi Pemerintah. Rekam jejak seperti kompetensi, kualitas, dan integritas seringkali diabaikan dalam proses pemilihan sebagai menteri. Penempatan Menteri dari partai politik tanpa melihat rekam jejak yang kredibel juga sangat rentan dimanfaatkan untuk kepentingan pengumpulan modal politik baik untuk dirinya secara pribadi maupun untuk kepentingan partai politik.
Kedua, tidak berjalannya fungsi pengawasan di internal kementerian. Hampir seluruh kementerian memiliki inspektorat yang bertugas mengawasi dan memeriksa dugaan penyimpangan termasuk korupsi di lingkungan kerjanya. Namun demikian, fungsi pengawasan ini tidak berjalan apabila penyimpangan yang terjadi melibatkan pejabat tinggi atau menteri di kementerian tersebut. Kasus korupsi di kementerian atau melibatkan Menteri umumnya baru terungkap jika ditangani oleh pihak eksternal dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, KPK atau PPATK.
Ketiga, besarnya peluang korupsi di lingkungan kementerian. Pengadaan Barang dan Jasa merupakan sektor yang paling rentan terhadap praktik korupsi di kementerian. Mekanisme tender seringkali hanya bersifat formalitas karena pemenang tender bisa diatur jauh sebelum proses resmi dimulai. Kontraktor milik kerabat dan memiliki relasi dengan menteri atau pejabat di kementerian seringkali menjadi pemenang proyek yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
Fenomena korupsi yang melibatkan Menteri dan terjadi di kementerian harus segera diakhiri karena tidak saja menyebabkan kerugian keuangan negara namun juga merusak kredibilitas pemerintah.
Salah satu langkah yang dapat dialkukan oleh Pemerintah adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sistem pencegahan korupsi dan pengawasan yang telah diterapkan. Hal ini penting karena semua kementerian saat ini memiliki program pencegahan korupsi seperti Zona Integritas, Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Selain itu untuk melengkapi pembangungan zona integritas, seluruh Kementerian sebaiknya juga diwajibkan menerapkan system pencegahan korupsi lainya seperti ISO 37001 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan ISO 37002 tentang Sistem Manajemen Pelaporan Pengaduan. Kedua system yang diakui secara internasional ini dinilai cukup efektif dan dipercaya mampu mengurangi risiko terjadinya korupsi disebuah organisasi termasuk yang terjadi di Kementerian.
Emerson Yuntho
Wakil Direktur Visi Integritas
Related Articles
Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
Artikel Terbaru

Ilmu Pendidikan di Indonesia Sudah Lama Mati Bisakah Kita Hidupkan kembali?
September 20, 2023

Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
September 19, 2023

Etika, Hukum, dan Rapuhnya Keadaban Publik
September 11, 2023

Mencegah Korupsi Politik
Agustus 29, 2023
