Mendesaknya Perbaikan Tata Kelola Perjalanan Haji
Mendesaknya Perbaikan Tata Kelola Perjalanan Haji

Polemik biaya perjalanan haji menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Beberapa waktu lalu akhirnya telah diputuskan Besaran Biaya Penyelenggaraan Haji (BPIH) tahun 2023 sebesar Rp.49 Juta.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq mengatakan terkejut ketika mengetahui usulan awal dari Kementrian Agama sebesar Rp.69 Juta. Menurutnya, angka itu melonjak sangat drastis dari tahun sebelumnya.
“Sesuatu yang membuat kita terkejut dibanding tahun yang lalu. Tahun lalu biayanya sekitar Rp.39 Juta-an,” terang Maman dalam Webinar Visi Integritas bertajuk Polemik Biaya Perjalanan Haji, Jumat (17/02).
Usulan tadi ditanggapi oleh Komisi VIII DPR RI, khusunya Panitia Kerja (Panja) dengan melihat beberapa komponen penetapan biaya haji seperti penerbangan, katering, dan transportasi. Akhirnya didapatkan besaran angka yang disepakati sebesar Rp.49,8 Juta untuk BPIH.
Namun, Maman mengaku belum puas dengan penetapan tersebut. Sebabnya, keputusan itu harus disepakati dengan terburu-beru sebelum masa reses. Selain itu, ketidapuasan juga Ketidakpuasan tersebut bermula dari pematokan harga yang membentuk biaya haji secara keseluruhan.
“Jujur saja Panitia Kerja (Panja) belum puas, karena bagaimanapun ini adalah keputusan politik sebelum reses. Prosesnya pun ditunggu oleh jamaah untuk pelunasan. Akhirnya kita sepakati sesuai dengan yang diumumkan di publik,” terang Maman.
Maman turut mengatakan biaya haji sebenarnya masih bisa ditekan pengeluarannya lewat negosiator. Kemudian, kebutuhan lainnya adalah adanya diplomasi yang diperkuat ke Syariqah sebagai penyedia perlengkapan jamaah haji.
“Kita perlu seorang ahli negosiasi, yang misalnya menawar penerbangan, mereka harus tau avtur berapa, hand grounding berapa. Begitu pula soal katering, dan lain sebagainya,” ujar Maman.
Direktur Visi Integritas, Ade Irawan menerangkan pemantauan mendetail sampai komponen terkecil dari BPIH harus dilakukan, sebab rawan terjadi korupsi. Ia juga menerangkan beberapa titik lain yang rawan terjadinya tindak rasuh dari penyelenggaraan haji terkait pengadaan dan pengelolaan dana.
“Pada audit BPK 2019, ada biaya operasional dari Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) yang dimasukkan. Berasal dari uang jamaah, padahal ada dana dari APBN sekitar Rp.9,9 Milyar. Ini banyak dimasukkan ke komponen kecil,” pungkas Ade membeberkan bukti terkait.
Ade juga memberikan beberapa poin permasalahan dalam tata kelola penyelanggaraan haji. Ia menjelaskan hal barusan dimulai dari penyusunan BPIH yang tertutup, tidak adanya penjelasan rician biaya komponen, dan lemahnya pengawasan eksternal.
Terakhir Ade menyarankan badan penyelanggara haji untuk membuat peta resiko terjadinya korupsi. Ia menjelaskan agar kedepannya tidak terjadi lagi permasalahan serupa.
“Makanya musti ada upanya untuk membuat peta resiko ini. Yang kemudian bisa menjadi acuan untuk memperbaiki masalah-masalah,” jelas Ade.
Related Articles
Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
Artikel Terbaru

Ilmu Pendidikan di Indonesia Sudah Lama Mati Bisakah Kita Hidupkan kembali?
September 20, 2023

Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
September 19, 2023

Etika, Hukum, dan Rapuhnya Keadaban Publik
September 11, 2023

Mencegah Korupsi Politik
Agustus 29, 2023
