Pentingnya Pengawasan Publik terhadap Lembaga Amal


Skandal di tubuh organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), membuat publik geger sebulan terkhir. Terlihat dari ramainya pemberitaan, serta tagar terkait ACT juga, sempat memuncaki pembahasan di salah satu media sosial. Kasus barusan, membuat kepercayaan publik terhadap lembaga filantropi menurun. Padahal, kehadiran mereka cukup membantu mengatasi permasalah yang kurang terjamah oleh pemerintah.
Berangkat dari betapa pentingnya transparansi dan manajemen tata kelola yang baik dari organisasi filantropi. Supaya, kasus-kasus seperti ACT tidak kembali berulang. Visi Integritas mengadakan webinar bertajuk, “Quo Vadis Skandal ACT Mencermati Skandal Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari aspek perbaikan tata kelola lembaga filantropi, penuntasan kasus hukum dan dampak ekonomi, pada Sabtu (23/7/2022).
Direktur Utama Visi Integritas, Ade Irawan menjelaskan dalam pembukaan acara. Bahwa, webinar ini tidak akan membahas banyaknya pemberitaan media massa, terkait ACT. Namun, akan lebih banyak membahas lembaga filantropi secara umum. Supaya kedepannya tidak terulang kembali kasus serupa dan masyarakat tidak kapok untuk berdonasi.
“Semoga skandal ini, tidak membuat umat jadi untuk kapok berdonasi. Karena, lembaga filantropi tanpa sentuhan agama, seperti ACT, Dompet Dhuafa, Kita Bisa. Bisa jadi sangat penting, untuk menyelesaikan permasalahan yang selama ini belum bisa tersentuh oleh pemerintah, bisa disentuh oleh mereka,” ujar Ade.
Webinar Visi Integritas kali ini, mengundang pembicara, yaitu CEO Wikrama Utama Vauline Frilly, Dayu Nirma, salah satu Dosen Binus University. Serta terakhir, Emerson Yuntho yang juga Direktur Visi Integritas.
Vauline Frilly menjelaskan dalam pemamparannya, bahwa kasus yang terjadi di ACT masuk ke dalam topologi pidana modus pencucian uang. Namun, dari kasus ini bisa jadi tercipta sebuah pola tersendiri dan turut terjadi di tempat-tempat lain. Maka, Ia mengingatkan betapa pentingnya dalam diskusi kali ini tidak hanya membicarakan skandal ACT saja.
“Kita tidak hanya membicarakan kasus ACT saja. Bahwa, kasus ACT ini topologinya pidana modus pencucian uang. Bisa jadi, membuat pola sendiri dan terjadi di perusahaan-perusahaan lain. Agar kasus-kasus serupa tidak terulang kembali kedepannya,” terang Vauline.
Selanjutnya, Emerson Yuntho menyampaikan betapa pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga filantropi. Sebab, Indonesia sendiri berdasarkan survey World Giving Index 2021 dari Charities Aid Foundation, yang salah satu indikatornya memberi sumbangan. Indonesia mendapat skor 69%, naik sepuluh persen dari tahun 2019.
Melihat hal survey di atas, bagi Emerson cukup membuktikan, minat masyarakat begitu besar untuk melakukan donasi. Menurutnya hal barusan, disebabkan Indonesia sebagai negara yang masih menjunjung tinggi asas gotong royong. Maka, potensi lembaga filantropi cukup penting untuk turut mengatasi permasalahan sosial. Meskipun, berbagai permasalahan ketimpanagan sosial, seharusnya menjadi tugas negara, walaupun dengan banyak keterbatasannya.
Lebih lanjut, Emerson menegaskan bahwa masyarakat pasca memberi sumbangan. Jangan langsung Ikhlas dan kemudian lepas tangan. Itu, bisa menjadi celah penyelewengan dana, selain buruknya tata kelola keuagan di lembaga filantropi. Menurutnya, perlu juga ada regulasi yang jelas untuk lembaga-lembaga tersebut dan sanksi tegas untuk pelaku korupsi dana donasi.
“Hal-hal ini, penting dilakukan untuk mencegah penyelewengan dana. Pertama, sanksi bagi para pelaku korupsi. Kedua, memperkuat tata kelola dan pengendalian fraud di lembaga. Ketiga, memastikan kejelasan akad penggunaan sumbangan secara terbuka dan akuntabel. Terakhir, perlu ada satu regulasi khusus untuk lembaga filantropi,” terang Emerson.
Senada dengan Emerson. Dayu Nirma Dosen Binus University, mengingatkan betapa pentingnya peran masyarakat untuk ikut mengawasi lembaga-lembaga filantropi. Sebab, per-tahun 2018—2020, ACT mampu mengumpulkan donasi sebesar Rp.540 milyar atau USD 36 juta. Serta, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran dana ACT menyentuh angka satu trilyun rupiah.
Bagi Dayu, kedepannya lewat kasus ACT ini, publik menjadi sadar dan kedepannya ikut terlibat aktif mengawasi dan kritis terhadap penggunaan sumbangannya. Kemudian, untuk instansi-instansi pemerintah harus turut ikut mengawasi pula perputaran dana di dalam lembaga-lembaga penghimpun donasi. Sehingga, nantinya mereka bisa lebih transparan, serta skandal serupa tak terulang lagi.
Related Articles
Mendesaknya Perbaikan Tata Kelola Perjalanan Haji
Disebut Proyek Kejar Tayang, RUU Sisdiknas Diminta Dihentikan
Artikel Terbaru

Sistem Antipenyuapan di Pemerintah Daerah
September 27, 2023

Ilmu Pendidikan di Indonesia Sudah Lama Mati Bisakah Kita Hidupkan kembali?
September 20, 2023

Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
September 19, 2023
