Setahun AKHLAK BUMN, Jangan Hanya Sekedar Berkelit dari Pameo “Bismillah Komisaris”…
Tahun 2020 Kementerian BUMN mencanangkan sebuah program yang disebut sebagai Akhlak BUMN. Sebuah konsep yang berisi acuan gerak bagi Kementerian BUMN dalam mengelola 115 perusahaan plat merah. Akhlak sendiri merupakan akronim dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.
Akhlak sejatinya adalah sebuah upaya reformasi pengelolaan BUMN. Kalau kita tengok ke belakang pada tahun 2011 Mustafa Abu Bakar meluncurkan Good Corporate Governance (GCG). Kemudian pada tahun 2013 Dahlan Iskan membuat BUMN Bersih. Rini Soemarno pada tahun 2015 membuat Zona Integritas dan tahun 2019 membuat Profit (profesional berintegritas). Pada akhirnya Erick Tohir menciptakan Akhlak ini di tahun 2020. Apakah semua konsep-konsep tersebut hanya sekedar jargon? Atau memang kemudian berdampak kepada perbaikan pada peneglolaan BUMN?
Untuk lebih melihat dan mengupasnya, maka Visi integritas menggelar Webinar SETAHUN AKHLAK BUMN pada Kamis, 12 Agustus 2021. Hadir sebagai narasumber adalah Danang Widoyoko (Sekjen TI Indonesia), Sely Martini (Expert Visi Integritas), Amri Yusuf (Praktisi Korporasi dan Penulis Buku “Budaya Korporasi”). Sedangkan bertindak sebagai moderatoradalah Ade Irawan (Direktur Visi Integritas).
Menurut Sely Martini, sebenarnya banyak yang berharap penerapan AKHLAK di BUMN dapat menjadi identitas dan perekat budaya kerja yang mendukung peningkatan kinerja BUMN secara berkelanjutan. Tujuan utamanya adalah melakukan transformasi human capital dan meningkatkan daya saing BUMN menjadi pemain global.
Hal ini didasarkan dari bagaimana ada banyak kejadian dan performa Kementerian BUMN di masa lalu. Mengutip Erick Tohir, Amri Yusuf menyebutkan bahwa tahun 2019 Kementerian BUMN mencatat ada 159 kasus korupsi di Kementerian BUMN. Dari jumlah itu sebanyak 53 orang atau 1/3 di antaranya
dinyatakan sebagai tersangka. 25 kasus diproses oleh kepolisian, 2 kasus diproses oleh kejaksaan, 10 kasus diproses KPK dan ada 16 kasus diproses oleh Komisi Kepatuhan Internal kementerian BUMN.
Sementara menurut Danang, ada tren penurunan penyertaan modal negara kepada BUMN. Meskipun pada tahun 2019 negara menyuntik BUMN sebesar 30,3 triliun rupiah, namun tahun 2020 turun hanya sebesar 17,8 triliun rupiah. Meski demikian aset yang dikelola BUMN mengalami tren naik, di mana puncaknya pada tahun 2019 sebesar 8.742,68 triliun rupiah. Namun dari sisi keuntungan mengalami stagnasi. 90,20 persen laba BUMN hanya disumbang oleh 15 BUMN saja. Sehingga bisa dipastikan 100 BUMN yang lain sangat kecil sumbangsihnya bagi negara, atau bahkan bisa dikatakan merugi.
Selain kejadian pandemi yang mendera BUMN dalam waktu satu tahun belakangan, juga ada disrupsi yang menjadi tantangan bagi BUMN. Misalnya perubahan yang cukup drastis terhadap teknologi digital dan perubahan nilai-nilai, perilaku dan preferensi kaum millenials.
Tantangan ini memaksa Kemnterian BUMN untuk memformulasikan ulang perannya sebagai strategic architect. Sehingga menurut Amri Yusuf, harus ada transformasi human capital, agar bisa meningkaatkan daya saing BUMN sehingga bisa menjadi pemain global dan BUMN bisa menjadi pabrik talenta. Untuk mencapai hal itu BUMn perlu memiliki nilai-nilai utama sebagai identitas dan perekat budaya kerja yang mendukung peningkatan kinerja secara berkelanjutan.
Karena pada akhirnya para pelaku sejarah di kementerian BUMN dan di 115 perusahaan plat merah ini akan dikenang karena reputasi dan namanya (baik atau buruk), maka step-step konsep Akhlak juga berorientasi kepada upaya penciptaan prestasi dan perbaikan perilaku.
Meskipun bukan hasil tunggal, namun Amri Yusuf mengkalim bahwa kemunculan M, Fajrin Rasyid (34 tahun) di Telkom Indonesia. Kemudian Antonius Rainier (42 tahun) di Pertamina Bina Medika, Soleh Ayubi (37 tahun) di Bio Farma serta hariadi (41 tahun) di Pos Indonesia adalah talenta-talenta muda buah Akhlak itu.
Juga deretan direktur perempuan seperti Nicke Widyawati (dirut Pertamina), Alexandra Askanda (dirut Bank mandiri), Adi Sulistyowati (wadirut BNI), Ira Puspadewi (dirut ASDP Indonesia Ferry), Fetty Kwartati (dirut Sarinah), dan Dwina Septiani (dirut Peruri). Bagi Amri ini adalah role model bagi implementasi Akhlak itu.
Selain itu agar terjadi efisiensi Kementerian BUMN juga telah merampingkan 142 BUMN menjadi tinggal 107 BUMN. Hasil dari penerapan Akhlak memang tidak bisa buru-buru dinilai. Seperti ungkapan Amri Yusuf, bahwa realitas dalam dunia korporasi terkadang tidak se simple teori dan konsep yang ditulis oleh para pakar. Dibutuhkan seni dan cara tertentu untuk mengeksekusi dan mengadaptasinya agar dapat diimplementasikan dengan baik.
Sehingga tidak heran juga, meski Akhlak sudah setahun dijalankan, tetapi masih muncul juga kasus penunjukkan Emir Moeis (mantan narapidana kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Tarahan, Lampung) menjadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, yang merupakan anak usaha dari Pupuk Indonesia. Atau munculnya pameo yang cukup santer akhir-akhir: “bismillah komisarir…”
Menurut Danang Widoyoko, persoalan ini memang menjadi kontra produktif bahkan beban bagi Menteri Erick Tohir, karena harus sibuk membuat klarifikasi dan tidak bisa pernah berbicara soal rencana startegis BUMN 5 tahun mendatang.
Tetapi memang Akhlak tidak bisa menjawab persoalan-persoalan ini. Penunjukkan Emir Moeis atau relawan Jokowi menjadi komisaris BUMN tidak melanggar aturan. Misalnya konsep loyal dalam Akhlak itu sebenarnya loyal kepada siapa? Loyak kepada menteri BUMN, loyal kepada partai tempat berafiliasi? loyal kepada Jokowi yang dulu pernah didukungya? Persoalan seperti ini masih belum jelas.
Melihat situasi ini, Danang menyimpulkan bahwa kerugian BUMN tidak bisa semata-mata dituduhkan kepada pandemi, tetapi juga ada beban masa lalu BUMN. Pandemi selain memukul bisnis BUMN, namun juga memberikan peluang dan kesempatan. Pandemi memaksa peran besar pemerintah, termasuk BUMN. Menteri BUMn memiliki momentum yang besar untuk mereformasi BUMN secara fundamental. Kementerian BUMN perlu mengelola konflik kepentingan dan intervensi politik. Menteri BUMN perlu merumuskan ulang program agar lebih substansial dan tidak berhenti pada jargon.
Sementara Sely Martini, merekomendasikan agar diluar dinamika politik ekonomi nasional maupun internasional, pembenahan BUMN juga dilakukan dari dalam dengan diadopsinya Corporate Governance (GCG) atau skema mandatory seperti ISO 37001 Anti-Bribery Management System (SMAP).
Terkait dengan ini, Amri Yusuf juga mendukung pendapat Sely. Bahkan ia mengusulkan adanya pemeringkatan SMAP bagi BUMN untuk diberi reward bagi BUMN yang baik dalam menerapkan SMAP. Dengan demikian maka Akhlak bukan hanya sekedar jargon. Atau sekedar alat untuk berkelit dari pameo sinis: “bismillah komisaris…”