Mencegah Korupsi Vaksin
Upaya mencegah korupsi pengadaan vaksin Covid-19 saat ini mendesak dilakukan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerugian keuangan negara yang lebih besar dan memastikan program vaksinasi dapat berjalan lancar.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Jumat (8/1/2021), mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi. Budi meminta KPK mengawasi dan melihat risiko pengadaan vaksin untuk pencegahan virus korona (Covid-19) agar terhindar dari praktik korupsi.
Proses pengadaan vaksin dinilai memiliki risiko tinggi karena dilaksanakan dalam keadaan darurat akibat merebaknya Covid-19. Mekanisme pengadaan vaksin tak dapat dilakukan melalui proses tender, tetapi dengan pembelian langsung karena terbatasnya produsen vaksin dan kebutuhan akan vaksin sudah sangat mendesak.
Kekhawatiran akan potensi korupsi dalam pengadaan vaksin bukan tanpa alasan. Dana pengadaan vaksin khusus Covid-19 di Indonesia yang jumlahnya sangat fantastis dinilai rentan korupsi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total anggaran pengadaan vaksin dan program vaksinasi pada 2020 adalah Rp 35,1 triliun. Sementara pada tahun 2021, anggaran untuk vaksin dan penanganan Covid-19 melonjak hampir dua kali lipat, yaitu Rp 60,5 triliun.
Selain itu, proses pengadaan di Kemenkes faktanya telah menjerat dua menteri kesehatan sebelumnya dalam kasus korupsi. Achmad Sujudi, Menteri Kesehatan periode 1999-2004, tersandung korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk 32 rumah sakit di Indonesia bagian timur dengan kerugian negara Rp 104 miliar. Sujudi akhirnya dinyatakan bersalah dan divonis 4 tahun penjara.
Siti Fadilah, Menteri Kesehatan periode 2004-2009, juga didakwa korupsi pengadaan alkes untuk antisipasi kejadian luar biasa tahun 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kemenkes.
Tidak hanya merugikan keuangan negara senilai Rp 6,14 miliar, Siti Fadilah juga dinyatakan menerima suap sebesar Rp 1,875 miliar dari rekanan proyek. Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman untuk Siti Fadilah selama 4 tahun penjara.
Korupsi pengadaan di Kemenkes sangat mungkin terjadi mengingat sudah banyak kasus korupsi sektor kesehatan yang ditangani lembaga penegak hukum, seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian.
Dalam pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 2010-2018, terdapat sedikitnya 220 kasus dengan 538 tersangka korupsi di sektor kesehatan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 702 miliar.
Modus korupsi pengadaan di sektor kesehatan umumnya adalah penunjukan langsung atau menaikkan harga secara tidak wajar (mark up) dan penerimaan suap atau gratifikasi.
Aktor korupsi yang terlibat mulai dari menteri dan pegawai di Kemenkes, kepala daerah, dinas kesehatan, rekanan proyek, perusahaan farmasi, manajemen rumah sakit, hingga politisi.
Langkah pencegahan
Demi pencegahan korupsi pada sektor kesehatan, Kemenkes sesungguhnya telah dua kali mengadakan nota kesepahaman dengan KPK, yaitu pada 2016 dan 2020.
Sejumlah kegiatan bersama dirancang oleh kedua institusi ini untuk mewujudkan pelaksanaan program kesehatan yang bebas dari korupsi. Meski demikian, sejumlah kegiatan tersebut tidak ada yang spesifik untuk mencegah korupsi dalam pengadaan vaksin Covid-19.
Upaya mencegah korupsi pengadaan vaksin Covid-19 saat ini mendesak dilakukan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerugian keuangan negara yang lebih besar dan sekaligus memastikan bahwa program vaksinasi dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan.
Selain melibatkan KPK, terdapat sejumlah langkah yang harus dilakukan Kemenkes untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan vaksin.
Pertama, meningkatkan transparansi dalam pengadaan vaksin. Kemenkes sebaiknya memberikan informasi secara rinci mengenai rekanan ataupun pihak lain yang terlibat dalam pengadaan vaksin dan realisasi penggunaan anggaran.
Informasi ini sebaiknya diumumkan secara berkala dan dapat diakses secara terbuka sehingga semua pihak dapat terlibat dalam mengawasi pengadaan dan penggunaan anggaran vaksin Covid-19.
Kedua, membentuk satuan tugas (satgas) dalam menerima dan menindaklanjuti laporan penyimpangan pengadaan vaksin Covid-19. Satuan ini berasal dari Inspektorat Kemenkes yang anggotanya diseleksi secara ketat.
Saluran pengaduan khusus pengadaan vaksin sebaiknya dibuka 24 jam agar jika ada laporan penyimpangan dapat segera ditindaklanjuti. Jika ada indikasi korupsi yang kuat, satgas tidak perlu ragu melimpahkan laporan tersebut ke KPK ataupun kejaksaan untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut.
Untuk memperkuat satgas, pihak Kemenkes juga dapat melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi LKPP, yaitu mengawasi penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
Ketiga, mewajibkan setiap pejabat dan pegawai Kemenkes yang terlibat pengadaan vaksin Covid-19 ataupun rekanan yang menyediakan dan mendistribusikan vaksin untuk tanda tangan pakta integritas.
Pakta integritas ini setidaknya memuat prinsip 4 NO’s, yaitu No Bribery (Tidak boleh ada suap-menyuap), No Kickback (Tidak boleh ada komisi atau uang terima kasih), No Gift (Tidak boleh ada hadiah), dan No Luxurious Hospitality (Tidak boleh ada jamuan yang mewah). Harus diatur pula penerapan sanksi dan proses hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut.
Keempat, Kemenkes sebaiknya mulai menerapkan ISO 37001 tentang Sistem Manajemen Antipenyuapan, khususnya pada unit kerja atau bidang yang menangani pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian.
ISO 37001 adalah sebuah sistem yang dipercaya efektif dalam mencegah, mendeteksi, dan menangani penyuapan di internal organisasi serta mematuhi peraturan yang terkait dengan antipenyuapan.
Emerson Yuntho, Wakil Direktur Visi Integritas
Editor: YOHANES KRISNAWAN
Sumber: Kompas, 26 Februari 2021