Menggagas Kebijakan Penyerdehanaan Cukai Hasil Tembakau: Menuju Indonesia Sehat Dan Maju

 

 

 

 

Jakarta, 11 Agustus 2024 – Pemerintah sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029 di mana salah satu instrumen pentingnya adalah reformasi kebijakan non- fiskal dan fiskal. Di antara obyektif strategis yang akan dicapai adalah pengendalian konsumsi tembakau yang hingga saat ini masih menjadi tantangan besar.

Dari sisi kebijakan non-fiskal, pengendalian konsumsi tembakau dilakukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Adapun dari sisi kebijakan fiskal, instrumen yang digunakan adalah penerapan cukai hasil tembakau (CHT).  

Dalam rangka memfasilitasi partisipasi publik untuk memberi masukan kebijakan fiskal dalam penyusunan RPJMN 2025-2029, khususnya terkait dengan kebijakan pengendalian konsumsi tembakau melalui instrumen CHT, Visi Integritas pada 7 Agustus 2024 lalu menyelenggarakan sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menggagas Kebijakan Penyederhanaan Cukai Hasil Tembakau: Usulan untuk Perbaikan Tata Kelola Penerimaan Negara Sektor Cukai” serta peluncuran buku bertajuk “Bunga Rampai Kumpulan Opini: Menuju Indonesia Sehat & Penerimaan Negara yang Optimal Melalui Reformasi Kebijakan Cukai Tembakau”.

Buku Bunga Rampai ditulis oleh 12 (dua belas) orang penulis dengan berbagai latar pekerjaan seperti akademisi, aktivis/pegiat dari LSM, peneliti, fungsional KPK, hingga staf ahli maupun anggota DPR RI.  Mereka antara lain Abdillah Ahsan (Peneliti Senior Lembaga Demografi FEB UI), Ah Maftuchan (Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa), Akhmad Misbakhul Hasan (Sekjen Seknas FITRA), Danang Widoyoko (Sekjen Transparency International – Indonesia), Emerson Yuntho (Direktur Visi Integritas) dan Kun Haribowo (Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis, Univesitas Gadjah Mada).

 

Penulis lainnya adalah Netty Prasetiyani (Anggota Komisi IX DPR RI), Niken Ariati (Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi – KPK), Olivia Herlinda (Chief of Research and Policy CISDI), Risky Kusuma Hartono (Peneliti PKJS UI), Rohani Budi Prihatin (Peneliti Bidang Sosial BKD DPR RI), dan Roosita Meilani (Peneliti CHED ITB-AD).

 

Dengan harapan mengumpulkan masukan bagi pemerintah untuk penyusunan RPJMN 2025-2029, kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serta Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Selain itu, turut hadir juga perwakilan dari penulis Buku Bunga Rampai yang berasal dari peneliti, aktivis/pegiat dari LSM dan peneliti DPR RI.

 

Penyusunan Buku Bunga Rampai bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang layak dipertimbangkan dalam RPJMN 2025-2029, yakni reformasi kebijakan CHT melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif CHT. Hal ini juga sejalan dengan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 untuk melakukan peningkatan tarif CHT, penyederhanaan struktur tarif CHT dan mempersempit jarak atau disparitas antarlapisan tarif CHT.

Sebagaimana diketahui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) menempatkan reformasi fiskal menjadi salah satu agenda prioritas dalam RPJMN 2020-2024. Secara spesifik, reformasi tersebut mencakup penyederhanaan tarif CHT, peningkatan tarif CHT, dan ekstensifikasi barang kena cukai.

 

Pada RPJMN sebelumnya atau RPJMN 2020-2024 target untuk penurunan prevalensi perokok anak sudah tercapai. Simplifikasi struktur tarif CHT dari 10 menjadi 8 layer juga merupakan sebuah kemajuan. Banyak pihak berharap kebijakan simplifikasi struktur tarif CHT ini bisa terus dilanjutkan dalam RPJMN 2025-2029.

 

Wakil Direktur Visi Integritas Adnan Topan Husodo menegaskan perlunya reformasi kebijakan cukai tembakau segera dijalankan untuk mendorong tercapainya objektif kesehatan dan ekonomi dari pengenaan cukai pada rokok. Mengutip salah satu tulisan dalam Buku Bunga Rampai, ia menegaskan tiga poin penting untuk menyikapi kondisi tersebut antara lain dengan mendekatkan jarak tarif cukai, menurunkan jumlah produksi rokok per tahun, serta pengurangan jumlah layer secara bertahap. Reformasi struktur cukai perlu diarahkan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pelaku usaha serta memudahkan administrasi bagi pemerintah sendiri.

 

“Oleh karenanya, reformasi kebijakan CHT perlu dilakukan selain untuk pengendalian konsumsi, juga untuk optimalisasi penerimaan negara yang berpotensi hilang akibat kebijakan cukai yang berlaku saat ini. Reformasi ini sebaiknya disusun secara komprehensif dimana jarak tarif antar golongan diperkecil secara bertahap dan konsisten untuk menuju sistem tarif CHT yang sederhana,” ungkap Adnan dalam pernyataannya di Jakarta (07/08/24).

“Proses ini tentu memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah serta pelibatan partisipasi publik sangat penting dalam penyusunan reformasi kebijakan CHT secara transparan. Komitmen yang kuat sangat diperlukan, agar agenda reformasi cukai dapat berjalan dan tidak putus di tengah jalan,” tegasnya.

 

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho. Emerson yang juga merupakan salah satu penulis Buku Bunga Rampai mengusulkan agar pemerintah kembali melanjutkan penyederhanaan struktur tarif CHT sebagai solusi untuk menurunakan prevalensi perokok anak. Baginya, situasi ini perlu direspon secara serius oleh pemerintah lewat kebijakan fiskal untuk menjauhkan jangkauan anak dari konsumsi rokok. Emerson mengatakan, studi menunjukkan bahwa kerumitan atau kompleksitas struktur tarif CHT adalah penyebab banyaknya variasi harga rokok sehingga anak-anak masih dapat menjangkau rokok yang murah. Solusinya, memastikan tidak ada rokok murah dengan penyederhanaan struktur tarif cukai.

 

“Usul selanjutnya penerapan penyederhanaan (simplifikasi) stuktur tarif CHT dapat diatur dari 8 golongan menjadi lebih sederhana, baik ke 5 maupun 3 golongan saja. Penerapan ini dilakukan secara bertahap guna mendekatkan jarak cukai antar golongan serta pengurangan jumlah layer untuk menutup celah penghindaran pajak,” ujarnya.

 

Emerson menegaskan usulan ini penting untuk diakomodir oleh Kementerian PPN/Bappenas yang saat ini sedang merampungkan penyusunan RPJMN 2025-2029. Ia juga menambahkan bahwa proses pengaturan pengendalian kesehatan masyarakat melalui kebijakan CHT perlu diimbangi dengan pengawasan yang menyeluruh apabila kebijakan penyederhanaan struktur tarif CHT kembali dilanjutkan secara bertahap sesuai dengan KEM-PPKF 2025.

 

Selain itu, Emerson mengatakan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini perlu melakukan pengawasan yang lebih optimal. “Langkah ini penting untuk memastikan kebijakan yang disusun dapat mendukung optimalisasi penerimaan negara dari CHT sebagaimana yang pernah dimandatkan dalam rencana aksi Stranas PK Tahun 2021-2022 lalu,” tutupnya.

Open chat
1
Hallo, Apa yang bisa kami bantu?