Mekanisme Pencegahan Praktik Penyimpangan di Lingkungan BUMN
Keberhasilan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP), sesuai dengan ISO 37001 di lingkungan korporasinya. Membuat lembaga tersebut, berencana mengeluarkan kebijakan lanjutan tentang sistem pelaporan atau lebih familiar disebut Whistle Blowing System (WBS).
WBS sendiri didesain sebagai mekanisme pelaporan atas segala tindakan penyimpangan atau pelanggaran, terhadap peraturan dan kebijakan yang berlaku di organisasi. Prinsip utama penerapannya adalah kepercayaan, ketidakberpihakan, serta perlindungan, sesuai dengan ISO 37002 terkait Whistelblowing Management System.
Sejalan dengan betapa pentingnya memahami mekanisme penerapa WBS. Visi Integritas bersama Channel Satu Visi Utama, mengadakan webinar dengan tajuk “Penerapan Whistleblowing Management Systems di Lingkungan BUMN dan Anak Perusahaan BUMN”, pada Sabtu (30/7/2022).
Agenda rutinan Visi Integritas kali ini, menghandirkan tiga pembicara guna membahas mekanisme penerapan WBS, yaitu Adnan Pandu Praja yang menjabat Komisaris MRT Jakarta, serta Associate VISI INTEGRITAS, Sri Wiyana selaku anggota Komite Manajemen Risiko dan Syariah BPK, dan Nizar Kauzar seorang Auditor Muda Inspektorat Kementerian BUMN.
Direktur Utama Visa Integritas, Emerson Yuntho mengatakan dalam pembukaan acara bahwa, sistem WBS dianggap efektif untuk mencegah korupsi di Lingkungan BUMN dan anak perusahannya. Dimana praktek penyimpangan tersebut, selama ini dianggap menjadi duri dalam daging.
“Catatan Pak Erick Thohir, banyak menemukan kasus korupsi di lingkungan BUMN dan anak perusahaannya. Harapan kedepannya dengan penerapan ISO 30071 atau ISO 30072 ini, mampu mencegah terjadinya praktek penyimpangan tersebut,” ujar Emerson.
Sejalan dengan itu, Adnan Pandu Praja menerangkan beberapa poin manfaat implementasi WBS, antara lain independesi komisaris, terdapat laporan bulanan direksi, hadirnya fungsi startegis internal audit (IA), adanya monitoring kinerja IA, dan komite audit komisaris.
Adnan memberi contoh kesuskesan penerapan WBS di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu buktinya yaitu independesi di lembaga tersebut, serta adanya praktek operasi tangkap tangan (OTT).
“KPK sudah membuktikannya dengan penerapannya. Independensi dan kuseksesan OTT dari KPK itu karena WBS. Walaupun tidak semuanya itu berujung OTT,” terang Adnan.
Selain itu, Adnan turut mengingatkan soal kegagalan penerapan WBS. Terdapat beberapa indikator untuk menilai hal tersebut, antara lain tidak adanya pembelajaran dari kasus, penyebaran virus, dilakukan hanya sebagai formalitas, terungkapnya nama pelapor, dan temuan jenis penyimpangan yang berulang.
Kemudian, Sri Wiyana mencoba memaparkan bagaimana mekanisme penerapan WBS. Dimana hal tersebut secara definitif diartikan sebagai tindakan melaporkan dugaan pelanggaran lewat lisan, sembari bertatap muka langung ke penerima laporan, atau bisa juga dengan cara tertulis dalam format elektronik atau digital. Serta yang terpenting adalah si pelapor menyakini informasinya benar.
Sri menjelaskan, setidaknya terdapat tiga jenis WBS, yaitu open whistleblowing, confidential whistelblowing, dan anonymous whistelblowing. Dimana ketiganya dijalankan tetap dengan prisnsip Sistem manajemen Whistelblowing, yaitu Trust (kepercayaan), Impartiality (ketidak berpihakan), protection (Keamanan).
Dirinya, juga menjelaskan jenis-jenis pelanggaran yang dapat dilaporkan, seperti perilaku tidak etis, penipuan, korupsi, pelanggaran hukum, pelanggaran peraturan atau kode etik, kelalaian besar. Hal barusan, menurutnya dapat menjadi rujukan bagi korporasi untuk membuat kebijakan nantinya.
Bagi Sri, manfaat inti dari penerapan WBS adalah mengidentifikasi dan menangani pelanggaran sedini mungkin. Sehingga, pelanggaran yang terjadi tidak semakin memberikan efek domino dan menjadi sangat besar.
Lebih lanjut, Nizar Kauzar menjelaskan bahwa, hampir semua lembaga di BUMN telah menerapkan WBS. Namun, implementasinya kebanyakan belum optimal karena hanya dijadikan sebagai formalitas saja. Sebab, beberapa institusi jumlah pelaporannya nol dan beberapa pelanggaran pelaporannya justru tidak masuk ke WBS BUMN.
Sehingga kedepannya, direncanakan akan ada Peraturan Menteri (Permen), guna mengatur penerapan WBS. Tujuan utama hal tersebut, untuk menciptakan budaya kerja yang dapat mengenal, mencegah, dan menangani dugaan pelanggaran di BUMN. Kemudian, meningkatkan pelayanan publik, serta menghalau terjadinya kerugian negara atau korporasi. Juga, turut meningkatkan integritas seluruh jajaran di BUMN dan pelaksanaan praktek pemerintahan bersih dan berwibawa.
“Sebenarnya saat ini sudah jadi dan terdapat 20 pasal. Namun, perlu ada beberapa perbaikan lagi. Prinsip-prinsipnya juga, telah kita konsepkan dan sedang di tahapan harmonisasi dengan kementrian Kemenkumham,” ujar Nizar.