Menerapkan Tata Kelola Usaha yang Baik di Saat Pandemi untuk Meningkatkan Pendapatan

Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2020 tidak dilewatkan begitu saja oleh Visi Integritas. Sebagai institusi bisnis yang memang menerjunkan diri dalam gerakan transparansi dan mendorong integritas di segala aspek juga memperingatinya dengan acara webinar.
Webinar di hari yang cukup istimewa kali ini mengambil tema Penerapan Commercial Integrity di BUMN dan Dampaknya Terhadap Penerimaan Negara. Sedianya Visi Integritas mengundang 4 narasumber yaitu Nawawi Pomolango (wakil Ketua KPK), Adnan Topan Husodo (Koordinator ICW), Putri K Wardani (Anggota Wantimpres), Ghamal Peris Aulia (Direktur Komersial PT Angkasa Pura II) dan dimoderatori oleh Imam Priyono. Sayang Nawawi Pomolango dan Putri K Wardani tidak bisa hadir, dan diganti oleh Adnan Pandu Praja (mantan pimpinan KPK).
Gamal Peris yang diminta menyampaikan materi di awal cukup bagus memantik diskusi dengan menceritakan bagaimana ia mendorong perbaikan manajemen di PT Angkasa Pura II dengan konsep Good Corporate Governance (GCG). Pejabat BUMN yang pernah berkiprah di PT MRT Jakarta ini mengawali ceritanya, bahwa pandemi covid-19 cukup memberikan dampak yang sangat negatif kepada bisnis PT Angkasa Pura II.
Semua BUMN pasti terdampak oleh pandemi, tetapi khusus PT Angkasa Pura II dibanding tahun 2019, maka tahun 2020 ini terjadi penurunan 50 persen sampai 60 persen penumpang internasional dan domestik yang melalui (khususnya) Bandara Soekarno-Hatta Banten. Bahkan dari data yang ia sampaikan pada bulan April 2020 ia klaim kondisinya sama dengan bandara Soekarno-Hatta pada tahun 1995. Penurunan traffik penumpang ini berpengaruh kepada pendapatan PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Sebab pendapatan PT Angkasa Pura II yang utama adalah dari banyaknya pesawat yang landing, berapa pesawat yang take off dengan membawa penumpang. Ketika penumpang yang menggunakan pesawat berkurang, maka jumlah pesawat yang lewat bandara juga ikut berkurang.
Namun menurut Gamal, hikmah dari krisis yang disebabkan pandemi ini, PT Angkasa Pura II justru mengatur ulang semua kegiatan pengelolaan bisnis bandara ini. Bahkan menurutnya justru ada kesempatan untuk menerapkan GCG dalam redisain bisnisnya.Di PT Angaksa Pura II dilakukan perbaikan master kontrak untuk meningkatkan GCG dan pendapatan bagi perusahaan.
Ada 4 bagian kontrak yang diperbaiki. Yaitu kepatuhan terhadap etik korporasi dan GCG, Penerapan sanksi dan penalti, penentuan ulang masa mulai kerjasama, dan pengaturan ulang ketentuan force majeure yang disekpakati oleh masing-masing pihak. Khusus untuk kepatuhan etik korporasi kemudian diatur dengan pasal khusus terkait kepatuhan etik korporasi dan prinsip GCG dan panduan sistem manajemen anti suap (SMAP).
Kemudian juga terjadi perubahan model bisnis untuk memperkuat commercial integrity dan peningkatan pendapatan pada lini bisnis di PT Angkasa Pura II yang meliputi unit retail, cargo clustering, indoor advertising, dan outdoor advertising.
Dari data yang ia sampaikan perubahan yang signifikan dengan model bisnis yang baru, dari kluster pendapatan yang besar misalnya untuk retail pada tahun 2019 berkisar 600 miliar rupiah, maka perkiraan tahun 2020 ini mencapai 1 triliun rupiah.
secara lebih detail perbaikan di sisi pemilihan mitra master konsesi adalah lelang dilakukan secara terbuka yang dihadiri lebih dari satu peserta, dan tidak ada penunjukan langsung, menetapkan floor price saat bidding, menerapkan e-auction, dan menerapkan surcharge.
Ghamal mengakui bahwa kelebihan pembaharuan model bisnis master konsesi ini antara lain menutup celah masuknya mitra usaha melalui prosedur yang non GCG, mempermudah pengawasan SLA mitra usaha, mendapatkan mitra usaha yang berkualifikasi dan kredibilitas tinggi, serta meningkatkan pendapatan pada bisnis utama hingga lebih dua kali lipat walau di masa pandemi.
Cerita Ghamal ini merupakan cerita sukses bagaimana direksi perusahaan plat merah harus berinovasi dalam kompleksitasnya mengelola biduk perusahaan di tengah pandemi.
Sementara itu Adnan Topan Husodo menyebut bahwa permasalahan pengelolaan korporasi terkait penerapan commercial integrity adalah masih tingginya kejadian suap. Hal ini menyebabkan rusaknya reputasi perusahaan dan pada giliran berikutnya mebutuhkan biaya berlipat-lipat untuk mengembalikan kepercayaan pasar.
Rendahnya kepercayaan pasar ini menyebabkan perbaikan tata kelola perusahaan juga berat dan upaya untuk menaikkan pendapatan yang untuk BUMN harus memberikan revenue kepada negara.
Untuk itu Adnan juga menawarkan SMAP sebegai salah satu upaya menekan praktek suap yang sering menyeret perusahaan BUMN.
Tawaran Adnan ini juga diamini oleh Adnan Pandu Praja. Menurut Pandu, tantangan BUMN di masa datang adalah bagaimana perusahaan bisa menerapkan sistem manajemen anti supa dan meningkatkan profit perusahaan. Dengan menerapkan ISO 37001, maka perusahaan dirancang untuk menaati perturan perundang-undangan dan akan memiliki kemampuan dalam mencegah, mendeteksi dan menangani resiko terjadinya suap di perusahaannya.
Related Articles
Mendesaknya Perbaikan Tata Kelola Perjalanan Haji
Disebut Proyek Kejar Tayang, RUU Sisdiknas Diminta Dihentikan
Artikel Terbaru

Sistem Antipenyuapan di Pemerintah Daerah
September 27, 2023

Ilmu Pendidikan di Indonesia Sudah Lama Mati Bisakah Kita Hidupkan kembali?
September 20, 2023

Pentingnya Penerapan WBS Sesuai Standar ISO 37002
September 19, 2023
