Menutup Celah Berulangnya Praktek dan Skandal Investasi Bodong: Rekomendasi untuk Pemerintah dan Calon Investor
Menutup Celah Berulangnya Praktek dan Skandal Investasi Bodong: Rekomendasi untuk Pemerintah dan Calon Investor
ANALISIS VISI INTEGRITAS
Menutup Celah Berulangnya Praktek dan Skandal Investasi Bodong: Rekomendasi untuk Pemerintah dan Calon Investor
Latar Belakang
Kasus penipuan investasi berkedok koperasi dan digital trading terjadi beruntun dengan kerugian masyarakat mencapai ratusan triliun rupiah[1]. Korban tidak hanya merugi dari sisi finansial karena dana mereka menguap tidak jelas. Beberapanya meninggal dunia, baik karena sakit ataupun bunuh diri, mengalami depresi berat, hingga harus dibawa ke rumah sakit jiwa karena mengalami gangguan mental.[2]
Usaha mereka untuk mendapatkan uangnya kembali juga sangat berat. Bagi yang bersepakat dengan mekanisme ‘jalan tengah’ seperti model PKPU (Peninjauan Kembali Pembayaran Utang), dapat dipastikan harus menunggu waktu lebih lama agar dananya kembali. Inipun dengan syarat ada investor baru yang mau menyuntikkan modalnya. PKPU tetap tidak dapat memberikan kepastian.
Sementara itu, pola, modus operandi dan cara para pelaku melakukan fraud hampir sama, yakni menggunakan skema ponzi (gali lubang tutup lubang) dan atau memanfaatkan aplikasi yang harus diunduh untuk bertransaksi, seiring dengan perkembangan aktivitas masyarakat di internet. Penikmat uang menggunakan dana investasi nasabahnya untuk keperluan membiayai perusahaan lain yang mereka dimiliki, dan dipakai untuk urusan pribadi. Membeli pesawat jet, kapal mewah, kendaraan lux, berfoya-foya adalah beberapa kasusnya. Sebagian lainnya melarikan dananya ke luar yuridiksi Indonesia.
Tabel 1. Daftar Dugaan Penipuan Berkedok Investasi di Indonesia
No | Kasus | Tahun | Nilai Kerugian (Rp) |
1. | Dugaan Investasi bodong PT PT Nortcliff Indonesia | 2019 | 49,5 Miliar |
2. | Gagal bayar PT Indosterling Optima Investa | 2020 | 1,9 Triliun |
3. | Dugaan Penipuan oleh PT Berkat Bumi Citra | 2015-2016 | 13,2 Miliar |
4. | Dugaan Penipuan PT Jouska Indonesia | 2018-2020 | 18 Miliar |
5. | Dugaan Penipuan BINOMO | 2022 | 83 Miliar |
6. | Dugaan Penipuan DNA Pro | 2022 | 551 Miliar |
7. | Dugaan Penipuan investasi Quotex | 2022 | 24 Miliar |
8. | Gagal bayar PT Wanaartha Life (Asuransi) | 2020 | 17 Triliun |
9. | Dugaan Penipuan dan penggelapan KSP Indosurya | 2022 | 106 Triliun |
10. | Dugaan Gagal bayar Asuransi Kresna Life | 2020 | 6,4 Triliun |
Sumber: Diolah dari pemberitaan media massa online (Kompas.com, Detik.com, CNBC Indonesia, dll)
Menurut catatan Bareskrim Polri, setidaknya ada 16 kasus penipuan berkaitan dengan investasi bodong dan digital fraud yang sedang dan telah ditangani dari 2019 hingga 2022.[3] Celakanya, sebagian besar anggota masyarakat yang tertipu hanya bisa melaporkan kejahatan tersebut ke penegak hukum. Padahal, pelaporan hukum ke aparat kepolisian adalah mekanisme terakhir untuk mendapatkan kepastian. Karena penegakan hukum ada di ujung persoalan (hilir), belasan kasus penipuan bermotif ekonomi yang ditangani Mabes Polri menandakan adanya mekanisme lain di hulu yang tidak berjalan efektif.
Identifikasi Persoalan
Jika merujuk pada catatan persoalan diatas, maka berbagai penipuan investasi dan praktek fraud di sektor swasta tidak bisa dilepaskan dari tiga faktor utamanya, yakni:
Pertama, regulasi dan implementasinya. Regulasi yang berlaku kadang tidak mampu membendung praktek kejahatan korporasi yang dilakukan oleh pendiri, pemilik dan direksi korporasi. Sebagai misal adalah regulasi tentang koperasi. Dua kasus besar dugaan penipuan berkedok koperasi, yakni Indosurya dan Sejahtera Bersama memanfaatkan celah UU Koperasi No 17 Tahun 2012 yang menyerahkan mekanisme pengawasan dan organisasi pengawas kepada internal koperasi. Titik rawan usaha koperasi terutama adalah yang berbentuk koperasi simpan pinjam (KSP).
Meskipun disebutkan dalam UU tersebut adanya pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (pasal 100), namun PP dan lembaganya hingga sampai hari ini tidak dibentuk. Disini, kontribusi terbesar dari terjadinya kejahatan finansial koperasi hingga mencapai triliunan ada di dua sisi, yakni sisi anggota/investor dan pemerintah yang abai mengimplementasikan mekanisme pengawasan khusus, terutama pada KSP.
Kedua, sistem deteksi yang tidak berjalan efektif. Sistem deteksi adalah mekanisme pencegahan terhadap potensi fraud. Sistem deteksi ini harusnya ada di dalam organisasi/korporasi yang menjalankan usaha dan dalam fungsi pengawasan oleh pemerintah. Karena industri finansial berkaitan dengan sektor perbankan dan sektor non-perbankan lain, terdapat mekanisme kewajiban pelaporan transaksi keuangan kepada otoritas pengawas, yakni PPATK (Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan).
Faktanya, PPATK, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan RI (khusus untuk korporasi negara/BUMN-BUMD) telah menyuplai berbagai bahan dan informasi penting terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan, dan bahkan berbagai pelanggaran atas prosedur yang berulang kali terjadi. Namun peringatan-peringatan tersebut tidak efektif direspon oleh otoritas penindak, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Kementerian terkait lainnya. Ada kekhawatiran bahwa OJK dan Kementerian terkait yang menjalankan fungsi pencegahan dan pengawasan belum memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan deteksi dini atas praktek kecurangan di industri finansial.
Ketiga, masyarakat dan calon investor. Jika merujuk pada berbagai modus operandi kejahatan finansial dalam bentuk investasi bodong dan penipuan digital trading, terdapat hal yang mudah dibaca dan diamati oleh calon investor sebagai indikasi penipuan. Diantaranya adalah: (1). Menawarkan return yang tidak masuk akal; (2). Menggunakan public figure, artis, atau nama besar dengan menggunakan pendekatan flexing (memamerkan kemewahan); (3). Menawarkan produk investasi yang tidak sesuai dengan bentuk badan hukum usahanya. Misalnya koperasi namun mengeluarkan produk deposito (terjadi dalam kasus KSP Indosurya). (4). Menggunakan nama korporasi besar yang sudah mapan, meskipun tidak ada hubungan afiliasi sama sekali; (5). Tidak memiliki ijin beroperasi namun mengklaim memilikinya.
Mencegah Pengulangan Investasi Bodong: Rekomendasi
- Pemerintah dan otoritas terkait lainnya (OJK) tidak dapat melepaskan tanggung-jawab atau justru melempar tanggung jawab atas berbagai macam praktek penipuan berkedok investasi dan digital trading yang marak terjadi. Sebaliknya, masing-masing pihak perlu membangun fungsi pengawasan terpadu melalui mekanisme koordinasi yang efektif dan bersifat lintas kelembagaan. OJK, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemenkeu, PPATK, dan Aparat Penegak Hukum (APH) perlu memiliki mekanisme berbagi informasi dan bertindak bersama dalam merespon indikasi fraud,sekecil apapun bentuknya.
- Memperkuat pengawasan mikro yang mendetail untuk mengefektifkan fungsi deteksi dini. Karena kejahatan finansial berkaitan langsung dengan manipulasi transaksi, laporan keuangan, insider trading, penghindaran pajak dan pencucian uang, maka tenaga pengawas di otoritas yang ada perlu dibekali kemampuan pengawasan yang juga mendetail. OJK sebagai induk pengawasan sektor finansial di Indonesia perlu membangun kapasitas tim pengawasan agar dapat mencegah potensi fraud terulang lagi di kemudian hari. Kemampuan teknis itu meliputi analisis laporan keuangan, digital forensik, investigasi forensik, dan investigasi pencucian uang. Penguatan lainnya adalah memanfaatkan Artificial Intelligent (AI) untuk mempercepat dan mengefektifkan peran-peran pengawasan.
- Literasi finansial perlu menjangkau masyarakat di berbagai lapisan. Mengingat korban penipuan adalah masyarakat dari lapis atas, menengah dan bawah, mengindikasikan rendahnya literasi finansial di Indonesia. Selain itu, masyarakat dan calon investor perlu melakukan due diligence sebelum memutuskan menanamkan dananya. Hal yang perlu diperiksa terlebih dahulu meliputi: (1). Identitas dan latar belakang pendiri/pemilik/direksi/komisaris korporasi yang menawarkan produk investasi. (2). Pemeriksaan mendalam atas laporan keuangan korporasi dimaksud, setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. (3). Memeriksa dan memastikan legalitas, termasuk perijinan dari korporasi dimaksud. (4). Memastikan bahwa produk investasi yang ditawarkan diakui, legal dan sah menurut peraturan yang ada. Apabila due diligence ini sulit dilakukan secara mandiri, masyarakat dan calon investor dapat memanfaatkan jasa dari lembaga independen dalam membantu mendapatkan informasi yang detail dan lengkap untuk pengambilan keputusan. ***
(Grow with Trust and Integrity)
Konsultan independen yang bergerak di: investigasi kejahatan ekonomi, due diligence, pengembangan kapasitas, dan asistensi penguatan sistem internal untuk mencegah potensi kecurangan, penyimpangan dan atau korupsi di sektor pemerintah, dunia usaha/korporasi dan masyarakat sipil.
Hubungi Kami
+62 2180 631 646
|
|
+62 813-8997-9760
|
|
|
|
sekretariat@visiintegritas.com | |
Alamat |
Sahid Sudirman Center 11th Floor Suite A,
Jl. Jenderal Sudirman 86, Jakarta Pusat 10220 |
[1] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221117193808-78-875287/rugi-masyarakat-akibat-investasi-bodong-melesat-jadi-rp109-t-di-2022#:~:text=Satgas%20Waspada%20Investasi%20menyebut%20kerugian,terbesar%20di%202022%3B%20Rp109%20triliun.
[2] https://metrojambi.com/read/2023/02/24/52801/diduga-frustasi-akibat-tertipu-investasi-bodong-warga-jambi-timur-nekat-gantung-diri:https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-6047363/korban-investasi-bodong-goldcoin-disebut-sampai-stres-bunuh-diri:
[3] https://nasional.kompas.com/read/2022/09/29/13125821/bareskrim-tangani-16-kasus-investasi-bodong-sejak-2019-hingga-2022