Menyelamatkan Perguruan Tinggi dari Korupsi
Menyelamatkan Perguruan Tinggi dari Korupsi
Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karomani diuga menerima suap dari program penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Peristiwa ini sekaligus mencoreng marwah Perguruan Tinggi Indonesia.
Merespons OTT KPK terhadap Rektor Unila, Visi Integritas menyelenggarakan webinar bertajuk “Mencegah Korupsi di Perguran TInggi (PT)”, pada Sabtu (27/08/2022). Emerson Yuntho, Wakil Direktur Visi Integritas, mengatakan, kasus korupsi Rektor Unila menandakan bahwa kampus belum sepenuhnya merdeka dari korupsi.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 2006-2016, terdapat 37 kasus korupsi di PT dan melibatkan 65 pelaku. Emerson menerangkan, korupsi tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp218 milyar. Mirisnya, rata-rata kasus korupsi di Perguruan Tingggi dilakukan oleh para pimpinan atau pejabat kampus.
Menurut Emerson, minimnya transparansi keuangan menjadi pemicu utama praktik korupsi di PT. Selain itu, ketiadaan sistem pengawasan internal membuat PT rentan korupsi.
“Pemicu lain adalah tidak adanya mekanisme pengawasan eksternal – masyarakat, serta kesejahteraan dosen dan pegawai yang masih minim juga menjadi pemicu,” lanjut Emerson.
Dalam kesempatan yang sama, Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta, menjelaskan, orientasi pendidikan yang hanya terfokus untuk mendapatkan pekerjaan memiliki andil dalam pelanggengan praktik korupsi. Tujuan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dalam perkuliahan tidak dibarengi oleh proses yang baik. Oleh karena itu, ditambah dengan kondisi kesejahteraan dosen atau pegawai yang tidak memadai, praktik jual-beli nilai terjadi.
Praktik korupsi di PT yang dilakukan oleh Rektor, lanjut Asep, merupakan buah dari ketidakjelasan sistem pemilihan Rektor. Terpilihnya seseorang menjadi Rektor di Universitas tak ubahnya praktik politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Para calon membuthkan aliansi dengan politisi demi jabatan Rektor.
“Proses demikian merupakan rasa tidak percaya diri, yang menyebabkan korupsi di PT bisa terjadi,” tegas Asep.
Setali tiga uang dengan Emerson, Asep turut menyoroti masalah kesejahteraan dosen dan pegawai di Indonesia. Sudah saatnya, tutur Asep, pemerintah lebih memrioritaskan masalah kesejahteraan ini agar PT bersih dari korupsi dan menciptakan manusia yang berintegritas.
Webinar ini pun juga menampilkan Sulistyowati Irianto, Akademisi Universitas Indonesia. Ia menjelaskan, praktik-praktik korupsi di PT merupakan buah dari kegagalan dalam memahami otonomi kampus. Pihak pemerintah hanya memahami otonomi sebatas kemandirian kampus untuk mencari dananya sendiri.
Sulis melanjutkan, kondisi tersebut yang membuat Perguruan Tinggi rentan terjerat korupsi. Universitas akhirnya menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya demi memeroleh penghasilan. “Orientasi PT tidak lagi mengembangkan keilmuan, tetapi memperbanyak pemasukan,” lanjut Sulis.
Oleh karena itu, menurut Sulis, perlu dibuat mekanisme pencegahan di PT. Pertama, menciptakan sistem check and balaces dalam tata kelola universitas. Kedua, optimalisasi sistem pengawasan internal. Terakhir, PT harus kembali kepada prinsip dasar universitas, yaitu menciptakan ilmuwan yang bebas dari kepetingan politik dan uang.
Chatalina Muliana Girsang, Inspektur Jenderal Kementerian, Pendidikan, dan Kebudayaan (Kemdikbud) turut menjelaskan terkait fenomena korupsi di PT. Pihaknya tidak mengingkari bahwa terdapat hal yang harus dibenahi dalam tata kelola PT, khususnya sistem pengawasan.
Saat ini, tugas-tugas pengawasan dalam PT dilakukan oleh Senat Universitas, Majelis Wali Amanat (MWA), dan Satuan Pengawas Internal. Akan tetapi, Rektor yang posisinya sebagai eksekutif dan pihak yang musti diawasi justru menjadi anggota di Senat dan MWA, sehingga sistem check and balaces tidak berjalan.
Kendati demikian, ia menjelaskan, banyak pihak yang mencoba mengakali sistem yang sudah dibuat. “Oleh karena itu, kami akan melakukan pengetatan, sehingga praktik korupsi bisa dicegah,” tutupnya.