Pencegahan Korupsi di Sektor Pengadaan Barang dan Jasa
Korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa (PBJP) oleh pemerintahan. Hal barusan, menduduki peringkat kedua tindak pidana yang paling banyak ditangi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sektor ini, memang menjadi ladang basah untuk dikorupsi. Setidaknya per-tahun 2015-2019, total transaksi dari PBJP sebesar 5.335 triliun rupiah.
Menurut catatan Indonesia Corupption Watch (ICW), pada tahun 2017 terdapat 241 kasus korupsi terkait dengan PBJP. Tahun sebelumnya, sektor ini menyumbang 195 perkara tindak korupsi. Jika dilihat dari besaran angkanya, memang cenderung terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
Melihat potensi yang begitu besar untuk melakukan penyelewangan dalam PBJP. Maka sangat diperlukan pengetahuan, guna mengidentifikasi praktik kotor yang terjadi. Serta, bagaimana melakukan pencegahan, baik oleh pengawasan internal organisasi ataupun masyarakat.
Sejalan dengan hal di atas. Visi Integritas mengadakan webinar dengan tajuk “Mencegah dan Mendeteksi Kecurangan- Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah”, pada sabtu (06/08/2022). Menghadirkan dua narasumber ahli. Pertama, Sely Martini selaku Direktur Visi Kedua, Christian Evert seorang peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW).
Emerson Yuntho yang menjabat Direktur Visi Integritas menjelaskan dalam pembukaan acara. Bahwa, Visi Integritas merupakan salah satu lembaga yang konsen terhadap upaya-upaya pencegahan korupsi. Salah satu fokus utamanya, yaitu isu korupsi di sektor PBJP.
Kemudian, Selly Martini dalam pembukaan bahasan terkait pengawasan internal PBJP. Turut mengingatkan, betapa banyak kasus korupsi pengadaan barang dan jasa. Ia mengutip, data dari KPK yang menyatakan 30% kasus korupsi terjadi di sektor ini.
“Jika, per-tahun 2019 ada 5.000 triliyun total dari pengadaan barang dan jasa, 30%-nya itu dikorupsi. Sehingga sangat disayangkan, akibat darinya pembangunan di sektor publik menjadi terhambat,” ujar Selly.
Menurut Selly untuk melakukan pencegahan korupsi. Penting sekali, melakukan pengawasan di tubuh internal organisasi ataupun perusahaan. Proses barusan, baginya harus sesuai dengan Pedoman Pengawasan Intern atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah – PerBPKP No. 3 tahun 2019.
Selly menjelaskan, bahwa pengawasan intern merupakan proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan proses kegiatan pengawasan lainnya. Bertujuan untuk melihat tugas dan fungsi pekerjaan lembaga kementrian maupun pemerintah daerah.
Sehingga nantinya, diharapkan dari proses ini. Mampu memberikan keyakinan, bahwa seluruh kegiatan PBJP telah menggunakan tolak ukur yang efektif dan efisien, sesuai dengan kepentingan masing-masing lembaga.
Lebih lanjut, Christian Evert dalam pembahasannya memberikan sebuah platform bernama Open Tender, guna mempermudah kerja-kerja pengawasan PBJP. Tools ini, dikembangkan oleh ICW tahun 2012. Berangkat dari riset tentang trend rata-rata penggugatan kasus korupsi di Indonesia. Dimana setengahnya, terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa.
“Tools ini, sangat membantu ketika sedang mengidentifikasi resiko projek yang tinggi kemungkinan korupsinya. Open Tender diciptakan oleh ICW sejak 2012. Banyak APIP yang menggunakan data dari sana pada proses auditnya,” terang Evert.
Melihat potensi penggunaan platform Open Tender yang begitu besar, untuk membantu pengawasan PBJP. Evert menerangkan, kedepannya akan dibangun integrasi dan analisis data PBJP metode swakelola dan tender darurat. Lalu, melengkapi indikator red flag, guna e-purchasing, Serta, turut mengembangkan fungsi pelaporan masyarakat dengan acuan best pratice dari negara lain. Terkahir, memperkaya kategori dalam pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang.