Memperkuat Integritas Pelaporan Dana Kampanye
Memperkuat Integritas Pelaporan Dana Kampanye
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) pada pemilu 2024. Alasan utamanya: masa kampanye terbatas dan tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
Langkah KPU tersebut patut disayangkan. Selain berseberangan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur, terbuka, dan akuntabel, juga menempatkan hal substansi di bawah urusan teknis administratif. Sebab keterbukaan pelaporan penerimaan sumbangan dana kampanye merupakan inti dalam mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.
Apalagi isu utama yang mencuat dalam setiap pemilu terkait dengan pendanaan. Pertama, penggunaan sumber dana negara, termasuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) untuk kepentingan pemenangan kandidat atau partai tertentu. Kedua, pengaruh swasta dalam politik melalui sumbangan kampanye yang akhirnya menyandera para pejabat publik terpilih.
Sebenarnya, dari sisi BUMN dan swasta pun, ruang tertutup pendanaan kampanye bisa membawa dampak buruk. Intervensi kepada mereka bisa makin menjadi sehingga mengganggu kinerja, program, dan anggaran. Tidak mengherankan apabila tahun politik kerap ditempatkan sebagai tahun dengan risiko tinggi buat BUMN/BUMD.
Begitu pula sektor swasta, perlombaan investasi politik dapat menciderai persaingan usaha yang jujur dan adil. Para pengusaha tidak akan lagi mengutamakan etika bisnis, anti-fraud, anti-korupsi, karena justru akan menjadi disinsentif. Mereka akan kalah bersaing melawan pengusaha-pengusaha yang terafiliasi dengan kekuasaan. Pada akhirnya, cita-cita menumbuhkan bisnis yang berintegritas akan kandas.
Karena itu, mewajibkan peserta pemilu melaporkan secara jujur dan membuka laporan dana kampanye menjadi kebutuhan mendesak. Keterbukaan membuat semua pihak bisa melakukan pengawasan sehingga ruang-ruang penyalahgunaan kewenangan dan pembajakan kebijakan makin sempit. Ketika terbuka, peserta pemilu akan berpikir dua kali untuk mencari modal pemenangan dari sumber dan dengan cara haram.
Bahkan tidak sekedar mewajibkan, KPU pun harus memperkuat mekanisme pengawasan dan sanksi. Memaksa peserta pemilu membuat laporan yang jujur. Mencerminkan transaksi sebenarnya dengan mencantumkan semua penyumbang dan jumlah sumbangannya.
KPU bisa menggunakan banyak metoda guna memastikan peserta pemilu tidak memanipulasi LPSDK. Mulai dari langkah pencegahan dengan mendorong peserta pemilu membuat semacam Pakta Integritas berisi komitmen tidak curang, termasuk dalam pelaporan dana kampanye. Juga langkah deteksi dan penanganan kecurangan dengan melakukan audit investigasi atau investigasi forensik atas laporan dana kampanye.
KPU tidak boleh menjadikan pelaporan dana kampanye sebagai hambatan dalam penyelenggaraan pemilu atau sekedar urusan teknis administratif. Seperti yang dijelaskan Nassmacher (2001), uang adalah sumber utama untuk memenangkan atau mempertahankan kekuasaan politik. Jangan sampai penghapusan LPSDK membuat pengaruh uang haram dalam penyelenggaraan pemilu makin kental. Harus ada kesungguhan KPU untuk menjaga integritas pemilu.
Ade Irawan
Direktur Visi Integritas