Analisis: Merampas Harta Atas Nama; Peran Notaris dalam Mengungkap Kejahatan Pencucian Uang
Analisis: Merampas Harta Atas Nama; Peran Notaris dalam Mengungkap Kejahatan Pencucian Uang

Latar Belakang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berkejaran dengan waktu dalam memeriksa Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pejabat menengah di jajaran Dirjen Pajak yang hartanya ditengarai berasal darisumber yang tidak jelas. Jika dilihat dari pendapatan wajarnya sebagai ASN di Dirjen Pajak, harta Rp.56 miliar sebagaimana dinyatakan dalam LHKPN menjadi mencurigakan.
Lebih jauh, ada kekayaan lain yang tidak disampaikan dalam LHKPN, yang telah dibekukan oleh PPATK, yakniuang di safe deposit box senilai Rp 37 miliar dalam mata uang dollar Singapura dan dollar Amerika. Bahkan PPATK telah secara terang menyatakan bahwa duit itu kemungkinan besar berasal dari suap. Sebelumnya, PPATK juga telah mengungkap adanya lalu lintas transaksi (mutasi) dari 40 rekening yang dimiliki oleh Rafael,istrinya, anaknya, dan perusahaan yang terafiliasi dengannya senilai Rp 500 miliar.
Dalam beberapa waktu terakhir, KPK juga telah memberikan informasi perkembangan pemeriksaan terhadap RAT, istri dan anaknya yang sudah masuk tahap penyelidikan. Menurut Jubir KPK, Ali Fikri, dan salah satu Komisioner KPK, Nurul Gufron, ada kemajuan dalam pemeriksaan tersebut yang mengarah pada pemenuhan unsur tindak pidana korupsi. Namun karena masih dalam tahap penyelidikan, KPK tidak dapat menyampaikan informasi yang detail kepada masyarakat.1
Identifikasi Persoalan
Meskipun ada sinyal kemajuan dalam penyelidikan terhadap RAT dan keluarganya, KPK tidak menampik adanya hambatan di lapangan. Misalnya, RAT hanya menyebutkan kepemilikan saham di sebuah perusahaan properti, yang nilai sahamnya sangat kecil dibandingkan dengan real estate yang ia bangun. KPK juga menghadapi kendala untuk memeriksa sumber kekayaan RAT mengingat RAT baru terdaftar wajib lapor LHKPN pada 2019. Periode sebelum itu tidak dapat dijangkau informasinya oleh KPK. Selain itu, KPK menghadapi kesulitan untuk melacak harta RAT di Jogjakarta yang diatasnamakan istrinya. Demikian pula motor gede Harley Davidson dan Jeep Rubicon yang diatasnamakan orang lain, sebelum kemudian informasi terbaru menyebutkan, dibeli oleh kakak RAT.2
Ada kesan yang dapat dibaca jika KPK kesulitan merampas aset/harta yang diatasnamakan pihak lain, dan/ atau aset yang tidak dapat dipastikan kepemilikan- termasuk asal-usul sumber transaksinya, baik itu berbentuk tanah, saham, kendaraan, rumah, dan lain sebagainya. Sangat mungkin masalah ini munculkarena KPK belum memahami blue print asset recovery dalam kerangka regulasi di Indonesia.
UU TPPU secara jelas sudah memfasilitasi dan memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum untuk dapatmelakukan analisis atas ‘indikasi’ dan/ atau ‘dugaan’ tindak pidana, baik TPPU atau tindak pidana lain. Hal ini yang seharusnya dapat diturunkan ke dalam teknik investigasi dan pelacakan aset.
Misalnya, unsur mengetahui/ patut menduga atas harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana dalam konsep pemidanaan TPPU dalam Pasal 3, 4, dan 5, harus dapat diaplikasikan dengan beberapa pendekatan seperti digitalforensik dan audit forensik. Apakah para pihak dan transaksi atas aset tersebut terkait tindak pidana atau tidak.
Dari sini apabila dikritisi, menjadi pertanyaan apakah KPK belum menguasai sepenuhnya teknik investigasi terkait dengan kejahatan pencucian uang (TPPU)?
Sebagaimana diketahui, kejahatan kerah putih selalu membangun sistem yang berlapis agar hasilkejahatannya tidak mudah dibongkar oleh penegak hukum. Hal ini sebagaimana juga yang dihadapi oleh KPK, ataupun penegak hukum lain yang hendak membuktikan adanya tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh pejabat publik yang harta kekayaannya bernilai fantastis, atau tidak wajar.
Namun demikian, meskipun rintangan itu besar, tetap ada berbagai cara, metode dan strategi yang tersedia, sepanjang penegak hukum dapat memanfaatkannya dengan baik. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan peran notaris untuk mendeteksi transaksi apabila harta kekayaan yang dicurigai tersebut diatasnamakan pihak lain.
Peran Penting Notaris dalam Perampasan Aset Hasil Kejahatan : Analisis dan Tawaran Strategi
Perlu diingatkan kembali bahwa esensi dari asset recovery adalah merampas untuk memulihkan aset hasil tindak pidana kepada korban (masyarakat dan negara), dimana pembuktian bahwa aset tersebut terkaitdan/ atau dihasilkan dari suatu tindak pidana harus dibuktikan. Permasalahannya, bagaimana jika asettersebut dimiliki oleh pihak yang sama sekali tidak terkait dengan pelaku kejahatan, dan memiliki dokumenpendukung untuk menjustifikasi aset tersebut. Misalnya jeep Rubicon, atau aset tanah yang secara formaldimiliki oleh pemegang KTP yang kebetulan tinggal di gang sempit, atau orang lain yang sama sekali tidak ada kaitan persaudaraan dengan pihak yang sedang diperiksa? Apakah situasi ini membuat penegak hukum (baca: KPK) angkat tangan?
Supaya tidak cepat menyerah, penegak hukum yang sedang menangani TPPU tentu harus memiliki pemahamanatas konstruksi pendekatan pada rezim Anti-TPPU, yakni transaksi keuangan mencurigakan dan kewajiban analisis (Know Your Customer/KYC). KYCmerupakan hal wajib bagi pihak-pihak yang menfasilitasi transaksi, termasuk notaris. Pendek kata, apapunasetnya, terutama aset yang bernilai, seperti mobil, tanah, rumah, saham, surat berharga, dan lain sebagaimana selalu melibatkan pejabat dalam membantu melakukan administrasi, legalitas, dantransaksinya, yaitu notaris.
Notaris, sebagai salah satu pihak, memiliki kewajiban tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah43/2015 (PP Nomor 43/2015) tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, yang telah diubah menjadi PP Nomor 61/2021. Kemudian, PP ini juga telah diturunkan secara teknis dalamPeraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip MengenaliPengguna Jasa Bagi Notaris (Permenkumham PMPJ Notaris); di mana notaris diwajibkan untuk menganalisis dan memverifikasi adanya (indikasi) transaksi mencurigakan dan/atau terkait tindakpidana.
Saat ini, KPK telah sampai pada tahapan mengidentifikasi aset pejabat yang diduga atau terindikasi berasal dari tindak pidana, baik yang diatasnamakan sendiri ataupun orang lain. Kaitannya dengan regulasi di atas, KPK tentuperlu melakukan identifikasi terhadap notaris yang berkaitan langsung dengan aset-aset yang telah diperiksa atausedang diperiksa.
Mengapa notaris harus diidentifikasi dan digandeng? Hal ini karena notaris dalam perannyamembantu transaksi atas aset, wajib melakukan dua hal, yakni:
- PMPJ pasal 2: (1) notaris wajib menerapkan (2) ruang lingkup PMPJ meliputi identifikasi ataspengguna jasa, verifikasi, dan pemantauan transaksi pengguna jasa. (3) PMPJ juga termasuk untuk transaksi jual beli properti, pengelolaan uang, efek, jasa keuangan lain, pengelolaan rekening giro,tabungan-deposito, efek, operasi/ pengelolaan perusahaan.
- Notaris wajib melakukan PMPJ saat melakukan hubungan usaha, terdapat transaksi keuangan >100juta, terdapat transaksi keuangan mencurigakan (TKM), dan notaris meragukan kebenaran informasiyang dilaporkan (ayat 4).
Sebagai contoh ketika ada orang yang tinggal di gang kecil tapi memiliki aset mewah, berarti notaris wajibmenganalisis apakah orang tersebut sesuai dengan profilnya atau tidak. Dengan peran notaris yang strategis dalam mengadministrasikan transaksi, sekaligus karena kewajibannya untuk melakukan KYC, maka notaris menguasai juga informasi terkait dengan aset yang diatas-namakan (nominee). Disini penyidik KPK dapatmenggandeng notaris untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
Selain itu, notaris juga diwajibkan untuk untuk meminta dan menganalisis sumber dana, hubungan usaha/ dantujuan dari transaksi yang dilakukan (pasal 7 ayat (1). Bahkan lebih jauh lagi, merujuk kepada kewajiban menganalisis TKM di atas, notaris wajib menganalisis Beneficial Owner (BO) (pasal 8 ayat (1)). Dalam pasal 15juga disebutkan kewajiban notaris untuk mengetahui apakah transaksi tersebut dilakukan untuk si klien sendiriatau orang lain (BO).
Demikian halnya, atas transaksi yang terkait pejabat publik (Politically Exposed Person– PEP), notaris wajib untuk melakukan identifikasi tambahan mendalam, seperti informasi atas sumber dana, sumber kekayaan,tujuan transaksi, BO, dan verifikasinya (pasal 17).
Terakhir, notaris wajib menganalisis transaksi (keuangan) klien terkait hal di atas (pasal 22) dan memilikirecord/ audit trail atas dokumen transaksi klien tersebut (pasal 23).
Mengingat besarnya potensi notaris untuk membantu mengungkap dengan cepat transaksi yang mencurigakan, KPK perlu melakukan langkah-langkah sebagaimana saran dalam analisis ini.
1. https://news.detik.com/berita/d-6638251/makin-maju-penyelidikan-korupsi-rafael-alun-di-kpk
2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230302063400-12-919646/deret-kendala-kpk-usut- harta-jumbo-rafael-alun-trisambodo
Ilustrasi
Modus dan Peran Notaris dalam Mengungkap TPPU
Pelaku tindak pidana, A, memiliki uang hasil tindak pidana Rp 10 miliar. Secara tunai, uang tersebut dibawa oleh B kepada C (tidak memiliki hubungan dengan A). B menginstruksikan C untuk membelanjakan atas namanya:
- Mobil mewah Rp 3 miliar
- Rumah mewah Rp 5 miliar
- Membelikan saham Rp 2 miliar
Sehingga skema ini melahirkan putusnya hubungan A dengan aset hasil tindak pidananya.
Strategi Mengungkap TPPU
Penegak Hukum bekerjasama dengan notaris atas transaksi2 tersebut, berdasarkan kewajiban PMPJ/ KYC notaris. Ketiadaan data/ informasi aktual-yang diberikan klien dapat menjadi pintu masuk penyidik untuk menangani perkara TPPU terkait “mengetahu/ patut menduga” aset hasil tindak pidana; walaupun aset tersebut terlihat sah dimiliki oleh nominee.
Hal ini dapat dibangun menjadi, apakah secara mens rea (niat) dan actus rea, sang nominee menjadi gatekeeper dalam memfasilitasiTPPU. Dalam pasal 4 UU TPPU disebutkan “Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” atau secara pasif melakukan TPPU, pasal 5 “Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Baik pasal 4 atau 5, sama-sama menitikberatkan pembuktian kepada unsur “mengetahui/ patut menduga”, sehingga ketiadaan data/ informasi yang seharusnya diberikan kepada notaris bisa didalami untuk pintu masuk mengetahui/ patut adanya TKM sebagai langkah dalam upaya asset recovery selanjutnya.***
Related Articles
Artikel Terbaru

Mencermati Sistem Pencegahan Korupsi di BUMN
Juni 7, 2023

Memperkuat Integritas Pelaporan Dana Kampanye
Juni 6, 2023

Fraud dan Strategi Pengembalian Kerugian Organisasi
Mei 29, 2023
